Rabu, 16 Februari 2011

Pembelajaran mengenai Anak Hiperaktif

BAB I
PENDAHULUAN


Anak hiperaktif merupakan golongan anak yang berkebutuhan khusus,dalam artian anak yang harus mendapatkan perhatian khusus didalam proses belajarnya.Hal itu dikarenakan anak ini mempunyai karakteristik yang khas didalam kehidupan kesehariannya.Pada intinya anak ini tidak sama dengan anak-anak yang lainnya,baik itu dalam pola pikirnya, cara belajarnya dan yang paling mencolok adalah dalam tingkah lakunya.  Anak ini cenderung lebih aktif bila dibandingkan dengan anak yang lainnya.
Hal tersebut dikarenakan anak ini mempunyai sifat cepat bosan dengan suatu hal.Mereka tidak mau terpaku pada suatu hal saja secara pasif.Bila suatu hal telah membuat mereka bosan, maka mereka mengambil inisiatif untuk mengalihkan perhatian kepada hal lain yang lebih menarik. Dengan adanya kesadaran akan adanya karakter yang khas pada anak ini, maka diharapkan kepada para pendidik serta orang tua pada khususnya untuk bisa menindaklanjuti dengan memberikan perhatian yang khusus pula kepada mereka, yakni dengan cara menerapkan strategi pembelajaran yang tepat, salah satunya bisa dengan strategi yang akan dikupas dalam laporan penelitian ini. Jangan sampai memberikan perlakuan yang salah terhadap anak-anak ini.

PENGERTIAN TENTANG ANAK HIPERAKTIF

Anak yang hiperaktif umumnya bersifat agresif, penuh semangat, tidak dapat tenang, sulit diajar, tidak tahan lama melakukan satu aktivitas. Biasanya juga sulit bergaul dengan teman sebaya, tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru dan juga sulit menaati orangtua dan guru. Setelah dewasa umumnya mengalami masalah dalam emosi, suka bermabuk-mabukan atau melakukan pelanggaran hukum. Sebenarnya keaktifan itu tidak mereka inginkan, namun mereka sulit untuk duduk dengan tenang dan memperlambat gerakan mereka karena mereka didorong oleh suatu kekuatan yang sulit dijelaskan, dan sulit diubah.
Pada tahun 1845, Dr. Heinrich Hoffmann mengumpulkan cerita anak-anak yang berisi pelajaran moral dan kemudian melalui penelitian tersebut mengunakan istilah yang berbeda untuk melukiskan sifat hiperaktif. Dan melalui pengamatan, kira-kira di tahun 1902, Dr. G.F. Still menguraikan bahwa ada beberapa perilaku tertentu yang menjadi ciri anak-anak tersebut. Tetapi sebelum menyelidiki secara akurat, ia sudah tergesa-gesa dalam mengambil kesimpulan bahwa perilaku tersebut adalah hasil dari kesalahan pendidikan keluarga. Setelah itu dalam banyak tahun bermunculanlah istilah-istilah, seperti: perhatian, deficit disorder, masalah perilaku fungsional, dyslexia, sindrom anak hiperaktif, sindrom impulsif hiperkinetik, ketidakmampuan dalam belajar, sindrom kerusakan otak minimal, ketidakmampuan belajar secara khusus, dan sebagainya.

PERNYATAAN MASALAH

Masalah intelek
Anak hiperaktif jelas mengalami gangguan dalam otak. Ia sulit menentukan mana yang penting dan mana yang harus diprioritaskan terlebih dulu, selain sulit menyelesaikan pelajaran, sering tidak dapat berkonsentrasi dan pelupa. Adakalanya mereka sulit mengerti pembicaraan orang secara umum, apalagi terhadap petunjuk yang mengandung langkah-langkah atau tahapan-tahapan. Ia sulit menggabungkan satu hal dengan hal lainnya, kurang kendali diri, tidak dapat berencana atau menduga apa akibat yang dilakukannya, susah bergaul, kemampuan belajar lemah. Daya pikir penangkapannya lemah sehingga sulit untuk menghadapi pelajaran matematika. Karena mengalami luka di otak, mereka sering tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan, khususnya ketika masuk ke suasana kelas yang dinamis, emosinya menjadi mudah terangsang. Perilaku yang sulit diduga itu kadang membuat orangtua, guru atau teman-temannya merasa khawatir.
Kadangkala mereka sadar harus mematuhi peraturan, tetapi tidak mampu mengendalikan diri. Ia juga mengalami kesulitan dalam mengutarakan pikiran dan perasaan melalui kata-kata, sering kacau dalam menanggapi citra yang diterima, misalnya: "m" dengan "w", "d" dianggap "b" atau "p" dianggap "q", dan sebagainya sehingga mengalami kesulitan dalam membaca.


Masalah biologis

Mereka suka sekali berlari-lari dan sulit untuk menyuruh mereka diam, sepertinya sedang begitu sibuk melakukan sesuatu sehingga tidak dapat beristirahat, meraba, dan menyentuh benda-benda untuk merasakan lingkungan di sekitarnya, suka berteriak dan ribut, semangatnya kuat. Anak hiperaktif juga peka terhadap bahan kimia, obat, bulu, debu, dan barang kosmetik. Mereka juga sensitif terhadap makanan tertentu, seperti: coklat, jagung, telor ayam, susu, kedelai, daging, babi, gula, dan gandum. Mereka sulit tidur dengan nyenyak dan mudah terbangun, dan kebiasaan tidur mereka bermacam-macam: ada yang bermimpi sambil berjalan, menggigau atau mengompol. Mereka tidak dapat berolahraga dengan banyak gerak dan banyak tenaga, seperti bersepeda atau lompat tali. Sebaliknya gerakan tenang pun bermasalah, misalnya bila disuruh menulis, mewarnai, atau menggambar, mereka tidak dapat menggunakan alat tulis dengan baik.

Masalah emosi

Anak hiperaktif umumnya bersifat egois, kurang sabar, dan emosional, bila berbaris selalu berebutan, tidak sabar menunggu, bermain kasar, suka merusak, tidak takut bahaya, dan sembrono sehingga besar kemungkinan bisa mengalami kecelakaan. Pernyataan emosinya sangat ekstrim dan kurang kendali diri. Juga emosi sering berubah-ubah sehingga tidak mudah diduga, kadang begitu senang dan ceria, tetapi sebentar kemudian marah dan sedih. Seorang ahli berpendapat bahwa yang sangat dibutuhkan mereka adalah melatih mereka untuk dapat mengendalikan diri.

Masalah moral

Karena mengalami berbagai masalah seperti di atas, maka mereka pun tidak memiliki kepekaan dalam hati nurani. Ia bisa mencuri uang orangtua atau permen di toko, tidak mengembalikan barang yang dipinjam, masuk ke kamar orang lain, mencela pembicaraan orang, mencuri dengar pembicaraan telepon orang lain sehingga kesan orang banyak adalah anak ini bermasalah dan bermoral rendah.

PENYELESAIAN MASALAH

Ada banyak orangtua yang tahu bahwa penyebab anak berperilaku demikian hanya karena masalah biologis, lalu menanggapinya tidak dengan serius, tetapi ada juga yang menanggapi secara serius dan menghajarnya ketika mereka berperilaku agresif. Namun bila terus- menerus dihukum dan dipukul, tidak akan mempan terhadap anak seperti ini. Lalu bagaimana cara mengajar mereka?
1. Penggunaan obat
Dokter umumnya menganjurkan penggunaan obat untuk menolong anak yang hiperaktif, dan hal itu pun sudah dibuktikan bermanfaat dalam menenangkan mereka. Jikalau masalahnya cukup serius dan penyebabnya bukan masalah emosi, maka penggunaan obat harus sesuai dengan petunjuk dokter dan jangan sampai ada efek sampingannya. Penting sekali untuk berkonsultasi dengan dokter ahli saraf.
2. Pengaturan makanan.
Dalam konsultasi dengan dokter sebaiknya orangtua menanyakan apakah anaknya itu alergi terhadap satu macam makanan dan apakah perlu ada pengendalian terhadap makanan, sebab ada banyak bukti terhadap kebenaran ini.
3. Hindarkan pemanjaan.
Anak jangan dimanjakan kalau tahu bahwa penyebab hiperaktifnya karena masalah biologis. Orangtua harus bertahan dengan peraturan yang telah diberikan dan menuntut anak agar menaatinya. Tunjukkan dengan mantap dan wibawa bahwa orangtua ingin ditaati oleh anak-anaknya supaya pernyataan ini juga memberi rasa aman kepada anak. Sikap bertahan ini bukan berarti kejam, keras, diktator atau berhati baja, tetapi sebaliknya justru untuk membina dan mengajar anak tentang apa yang harus mereka lakukan.
4. Menciptakan lingkungan yang tenang.
Usahakan untuk menciptakan suasana yang tenang di tempat anak itu biasa bergerak, misalnya: di kamar atau di ruang bermain. Bila lingkungan tempat tinggalnya sangat bising, sebaiknya pindah rumah agar anak itu dapat bertumbuh dalam situasi yang baik.
5. Memilih acara teve dengan hati-hati.
Acara teve yang menampilkan adegan kekerasan, lagu yang ribut dan sinar yang bergerak menyilaukan, dapat merangsang anak dan mengakibatkan mereka emosional. Cegahlah anak untuk meniru adegan-adegan yang tidak baik. Oleh sebab itu, pilihlah acara teve yang beradegan lembut dan baik.
6. Gunakan tenaga ekstra dengan tepat.
Anak ini kurang dapat mengendalikan diri dan apabila sikap agresifnya dapat disalurkan dalam aktivitas yang tepat, maka itu akan mengurangi keonaran, misalnya dengan mengizinkan dia mengikuti aktivitas di luar rumah atau membuat pekerjaan rumah bersama teman atau mengikutsertakan dalam proses belajar mengajar di kelas, sehingga dengan demikian ia dapat menyalurkan tenaga ekstranya dengan benar.
7. Membimbing dalam kebenaran.
Meski anak hiperaktif sering tidak mampu menguasai diri dengan perilakunya, orangtua atau guru tidak seharusnya bersikap acuh dan menyerah. Setiap perilaku yang tidak dapat diterima harus dicegah, kemudian tentukan suatu standar yang sesuai dengan kebenaran. Perlu ada kesabaran untuk mengajarkan hal ini, walaupun harus dilakukan berulang-ulang. Bila orangtua tidak putus asa, anak akan mempunyai harapan untuk disembuhkan. Didiklah mereka selalu, untuk berdoa kepada Tuhan dan bersandar pada pertolongan-Nya. Jika mereka berbuat dosa, mohonlah pengampunan kepada Allah karena Ia telah berjanji, "Jika engkau mengaku dosa, Allah itu setia dan adil, Ia akan mengampuni dosa kita menyucikan segala kesalahan kita" (1Yohanes 1:19). Maka sejauh mereka mampu mengendalikan perilaku mereka, kebenaranlah yang harus menjadi dasar yang harus mereka tuntut.


BAB II

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran; teknik pembelajaran; taktik pembelajaran; dan model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran, Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik, Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif, Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
            T
erdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya. Metode adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun bagi siswa (metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula pencapaian tujuan.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Kadang-kadang metode juga dibedakan dengan teknik. Metode bersifat prosedural, sedangkan teknik lebih bersifat implementatif. Maksudnya merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai tujuan. Contoh: Guru A dengan guru B sama-sama menggunakan metode ceramah. Keduanya telah mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan metode ceramah yang efektif, tetapi hasilnya guru A berbeda dengan guru B karena teknik pelaksanaannya yang berbeda. Jadi tiap guru mungakui mempunyai teknik yang berbeda dalam melaksanakan metode yang sama.
Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Strategi Pembelajaran Bagi Anak Hyperaktif

Dengan penjelasan diatas, metode-metode yang dapat digunakan oleh seorang guru baik dalam sekolah ataupun dalam sekolah minggu yang memiliki kendala terhadap anak yang Hyperaktif, dapat menggunakan metode visual. Dengan Metode demikian ini memungkinkan memperkecil masalah gangguan terhadap anak yang hyperaktif tersebut. Dari penjelasan pengertian hyperaktif itu, penulis dapat mengetahui bahwa cara mengajarkan anak tersebut dapat menggunakan metode tersebut. Karena ketiga tersebut adalah metode yang menggunakan banyak daya kreatifitas, maka anak-anak yang hyperaktif akan tertarik dengan hal demikian. Karena Fokus dalam pembentukan kerohanian anak yang sangat ditekankan, maka mencoba untuk menerapkan strategi yang cocok untuk dapat diterapakan kepada anak yang hyperaktif adalah mencoba untuk menumbuhkan kerohaniannya.
Ddampak positif dari penggunaan media pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku.
b. Pengajaran bisa lebih menarik.
c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan
prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan
balik dan penguatan.
d. Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat
e. Kualitas hasil pelajaran dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata dan gambar
sebagai media pengajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen
pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik dan
jelas.
f. Pengajaran dapat diberikan kapan dan di mana diinginkan atau diperlukan
terutama jika media pengajaran dirancang untuk penggunaan secara individu.
g. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses
belajar dapat ditingkatkan.
h. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif; beban guru untuk
penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi
bahkan dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian kepada aspek penting lain dalam proses belajar mengajar.































DAFTAR PUSTAKA


Dr. Mary Go Setiawani. Menerobos Dunia Anak. Bandung:
  Yayasan Kalam Hidup,2000.

Drs. Abu Ahmad.  Didaktif Metodik Umum. Semarang: CV.
  Toko Putra,  1987


Suryo Broto.  Mengenai Metode Pengajaran dan Pendekatan
  Baru dalam Proses Belajar Mengajar. Yogyakarta:
  Amarta ,1995.

B.S. Sidjabat. Strategi Pendidikan Kristen. Yogyakarta: Andi, 1994.

Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina
  Aksara,1989.

Http://www.ditplb.or.id.

Pengaruh Filsafat dalam Perkembangan Teologi

DAFTAR ISI


BAB I     PENDAHULUAN

Pengertian Filsafat …………………………………………………………………………………1

                                Pengertian Teologi ……………………………………………………………………………………2


BAB II    Pengaruh Filsafat dalam Perkembangan Teologi…………………3

Dampak Positif Pengaruh Filsafat Terhadap Teologi……5

Dampak Negatif Pengaruh Filsafat Terhadap Teologi……7


BAB III   Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………9


Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………………………………………………11






BAB I
PENDAHULUAN

     Sistem filsafat telah memberikan sumbangsih dalam mendorong pikiran manusia yang menghasilkan penemuan dan pengertian rahasia alam. Dalam hal inilah manusia mulai memakai rasio mereka untuk mengungkapkan suatu kebenaran yang ingin dicapai tersebut, termasuk dalam kemajuan perkembangan dalam ilmu teologia. Pada waktu filsafat menjadi senjata menyerang iman kepercayaan, Penulis memberikan suatu pertanyaan, yaitu: bagaimanakah orang Kristen boleh mempertahankan diri serta memberi jawaban yang cukup kuat? Dan Apakah dampak postif dan negatif dari sumbangsih ilmu filsafat dalam perkembangan ilmu teologi?


Pengertian Filsafat

Secara etismologis, istilah “filsafat”, yang merupakan padanan kata falsafah (bahasa Arab)dan Philosophy (bahasa Inggris), yang berarti philos (kekasih atau sahabat) dan sophia (kebijaksanaan atau kearifan). Jadi, filsafat dapat didefinisikan sebagai yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan.[1] Menurut Rene Descartes, filsuf Prancis yang termasyur dengan argument Je pense, donc je suis, atau dalam bahasa latin “cogito ergo sum”, mengatakan bahwa filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang paling pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam, dan manusia.[2] Dari pernyataan tersebut, bisa dikatakan bahwa filsafat adalah suatu ilmu yang terus mencari sesuatu kebenaran atau ilmu disiplin intelektual tentang natur realita dan penyelidikan terhadap prinsip-prinsip umum mengenai pengetahuan dan keberadaanya. Penulis tertarik dengan pernyataan Dene Descartes mengenai pengertian filsafat yang berunjuk pada segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah Tuhan, alam dan manusia. Dari penyataan tersebut, penulis berpendapat bahwa manusia mulai mencari suatu kebenaran menurut cara pandang seseorang tersebut memandang untuk membuktikan suatu kebenaran tersebut. Filsafat ini melahirkan beberapa ilmu pengetahuan yang dipakai manusia untuk mencari suatu kebenaran.


Pengertian Teologi

     Teologi dalam bahasa Yunani disebut θεος, theos, "Allah, Tuhan", dan λογια, logia, "kata-kata," artinya  "ucapan," atau "wacana" adalah wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas dan Tuhan.[3] Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Substansi teologi adalah “saya percaya bahwa Tuhan ada sesuai dengan pernyataan Alkitab. Dan saya percaya seluruh keterangan tentang penjelasan yang ada pada Alkitab”[4].  


BAB II
Pengaruh Filsafat dalam Perkembangan Teologi

Setelah mengetahui secara singkat pengertian mengenai filsafat dan teologia. Penulis mencoba mencari akar masalah yang akan dibahas di bab II ini mengenai Apakah ada pengaruh filsafat dalam perkembangan teologi? Dan apa dampak positif maupun negative perkembangan filsafat tersebut dalam perkembangan teologi hingga saat ini?
Teologi adalah suatu sistem kepercayaan tentang Allah,sifat manusia,dunia,gereja,dan topik-topik lainnya yang berhubungan dan dirumuskan untuk memampukan orang-orang Kristen memahami dan menerima iman mereka.Secara klasik,filsafat senantiasa terlibat dalam perkembangan sistem-sistem dalam menafsirkan realitas. Jika kita mengetahui secara ringkas tentang awal mula terjadinya filsafat karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi manusia mulai berikir rasional, bahkan dalam ilmu teologi, menurut Jan Hendrik,[5] yaitu:
1. Ketakjuban, artinya manusia mulai kagum dengan terjadinya suatu proses alam, yang memiliki subjek dan objek dalam penelitian kekaguman tersebut.
2. Ketidakpuasan, artinya manusia ingin keluar dari setiap mitos-mitos dan mite-mite yang terus menjadi penghalang untuk berkembang. Sehingga ketidak puasan itu membuat manusia terus menerus mencari penjelasan dan keterangan yang lebih pasti dan menyakinkan.
3. Hasrat bertanya, artinya manusia ketika mengalami ketakjuban dan ketidak puasan, maka manusia mulai memiliki pertanyaan yang radikal untuk mencari suatu kebenaran. Pertanyaan tidak boleh dianggap sepele karena pertanyaanlah membuat kehidupan serta pengetahuan manusia berkembang dan maju.
4. Keraguan, artinya manusia sebagai penanya mempertanyakan sesuatu kebenaran dengan maksud untuk memperjelas dan membuktikan suatu kebenaran tersebut, sehingga muncul keraguan tentang sesuatu kebenaran yang ada, dan terus mencari.
Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa ada pengaruh yang diberikan filsafat bagi ilmu pengetahuan manusia yang dipakai hingga sampai hari ini. Setelah beberapa hal dibahas diatas, maka dari keempat hal tersebut, muncullah teologi yang sama dengan pandangan Dene Descartes, yang membahas tentang Tuhan, dunia, dan manusia. Pandangan ini muncul akibat manusia mulai bertanya-tanya dan mulai mencari suatu kebenaran.
     Dalam hubungan filsafat dan teologi, Millard J. Erickson, menyatakan bahwa:[6]
1. Teologia dan filsafat tidak ada hubungan sama sekali. Pendapat ini dicetuskan oleh Tertulianus (160-230)
2. Teologi dapat diuraikan dengan jelas oleh filsafat (Augustinus).
3. Teologi kadang-kadang diteguhkan oleh filsafat (Thomas Aquinas).
4. Teologi juga dapat dinilai oleh filsafat (Aliran Deisme).
5. Dalam beberapa kasus tertentu filsafat bahkan member isi kepada teologi (Georg Hegel).
Dari kelima hal ini dapat dikatakan bahwa filsafat memiliki hubungan yang sangat penting. Namun apakah semua pengaruh filsafat terhadap teologi tersebut membawa dampak positif atau malah sebaliknya membawa dampak yang negatif?

Dampak Positif Pengaruh Filsafat Terhadap Teologi

     Banyak orang Kristen yang menganggap bahwa minat terhadap filsafat sebagai satu hal yang membuat kita menjadi ragu-ragu dan permainan api yang membahayakan. Dimasa gereja yang mula-mula terdapat orang-orang seperti Yustinus Martir (100- 165) dan Clement dari Alexandria (150-215)[7] yang berusaha menyakinkan para pembacanya bahwa banyak orang kafir yang telah dipimpin kepada agama yang benar melalui filsafat, dan mereka mengatakan bahwa filsafat bagi orang-orang Yunani kuno merupakan semacam Perjanjian Lama bagi orang-orang Yahudi. Namun pandangan-pandangan seperti itu berhasil disingkirkan oleh penulis-penulis seperti Tertulianus (160-220) yang menentang semua Argumentasi mereka. Dia memaparkan bahwa hikmat dunia tanpa iman tidak akan pernah dapat membawa manusia kepada suatu pengenalan akan Kristus.
Filsafat tidak dimulai pada Abad Pertengahan, tetapi Abad Pertengahan merupakan titik tolak yang baik untuk memulai suatu catatan mengenai filsafat dan iman Kristen. Secara klasik,filsafat senantiasa terlibat dalam perkembangan sistem-sistem dalam menafsirkan realitas. Kita bersyukur untuk kemajuan dalam filsafat karena ilmu itu lebih dipandang sebagai sumber yang menjelaskan makna dan hubungan. Charles Greshman menegaskan "ilmu filsafat sebagai suatu metode menaruh perhatian pada pikiran yang cermat.[8] Ini merupakan suatu upaya untuk melihat segala hal seutuhnya dan menafsirkan data yang disajikan oleh seliruh aspek realitas. Sebagai isi ,filsafat berupaya menyuguhkan jawaban yang komphrehensif terhadap pertanyaan-pertanyaan mendasar. Teologi menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : apakah sifat manusia ? apakah tujuan kita hidup? Walaupun Kitab Suci berbicara dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan berikut,justru ilmu filsafatlah yang berinteraksi secara langsung dengan pertanyaan-pertanyaan ini : Apakah hakekat realitas (metafisika)? Apakah yang menjadi asal mula dari alam dan manusia? Apakah hakikat pengetahuan? dan bagaimana seseorang dapat mengetahui sesuatu (epistimologi)? Apakah tujuan akhir dari manusia dan dunia? Dalam hal ini Allah dimengerti sebagai Realitas yang paling mengagumkan dan mendebarkan. Tentulah dalam arti terakhir itu berteologi adalah berfilsafat juga. Dengan pernyataan diatas, Penulis melihat bahwa filsafat sebagai ilmu pengetahuan, dapat memberikan dampak postif juga dalam perkembangan ilmu teologi.


Dampak Negatif Pengaruh Filsafat Terhadap Teologi

     Selain kegunaan filsafat berdampak postif dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan juga teologi, ternyata filsafat pun dapat membawa dampak negatif juga bagi perkembangan teologi. Memang harus diakui betapa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan sehingga manusia mulai percaya bahwa ilmu pengetahuan benar-benar mahakuasa. Oleh sebab itu manusia mulai memandang bahwa ilmu pengetahuan adalah segala-galanya. Sehingga manusia lebih cenderung memfokuskan diri terhadap ilmu pengetahuan dan mulai meninggalkan iman mereka. Disamping itu, ilmu pengetahuan tidak mempersoalkan asas dan hakikat realitas. Filsafat menggiring manusia untuk berpikir lebih realitas, sehingga dari hasil tersebut membawa manusia mulai berpikiran liberal. Menurut Sunoto[9] filsafat adalah usaha manusia dengan akalnya untuk memperoleh suatu pandangan dunia dan hidup yang memuaskan hati. Jika teologi dimulai dari “saya percaya adanya Tuhan”. Sedangkan filsafat mampu bertanya, “Ada apa dibelakang Tuhan? Siapa yang ada sebelum Allah? Bila Tuhan belum ada, siapa yang memerintah? Bagaimana rupa dan wujud Allah? Apa yang ada dalam pikiran Allah?[10] Oleh sebab itu filsafat pun dapat memberikan dampak yang negatif dalam teologi yaitu manusia menjadi berpikir liberal dan pada akhirnya menajadikan suatu bidat atau aliran-aliran yang menentang adanya Tuhan. Semakin manusia tersebut berpikir radikal tanpa memegang iman percayanya, secara otomatis manusia tersebut akan terbawa arus filsafat yang berpikir liberal dan akhirnya iman percayanya kepada Tuhan pun mulai “mati” secara rohani. Salah satu contoh ialah pengaruh dari teori Darwin yang mengakar dalam ilmu pengetahuan dan munculnya paham-paham komunis yang menyatakan bahwa tidak ada Allah atau  paham Atheis. Dan ini pun terjadi pada abad-abad pertengahan yang memiliki cara pandang tersendiri terhadap perkembangan ilmu teologi. Dan akhirnya muncul Teologi Liberal yang tahun-tahun akhir abad 18 dan seluruh abad 19 yang cenderung menggunakan rasio pikiran mereka daripada iman percaya mereka terhadap Tuhan. sehingga muncul banyak aliran-aliran dari cara pandang teologi tersebut, hingga saat ini pun berdampak besar bagi perkembangan teologi yang kita rasakan sampai hari ini.

Kesimpulan

Penulis mengambil suatu kesimpulan tentang pengaruh perkembangan filsafat terhadap ilmu teologi. Jika kita perhatikan dari pengertian filsafat hingga kepada teologi tersebut, maka akan terbentuk adanya kesatuan yang bermakna positif maupun negatif dalam perkembangan teologi tersebut. Dengan pemaparan diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa seharusnya teologi adalah sentral yeng member nilai. Walaupun filsafat bertugas member nilai terhadap disiplin ilmu yang ada, nilai kebenaran yang hakiki terletak pada teologi yaitu Teologi Alkitabah. Penulis setuju dengan gambar yang dibuat oleh Sutono, yaitu:[11]
FILSAFAT
 
Ilmu Pengetauan
 
Teologi
 
 












Sunoto melihat bahwa Teologi adalah central yang seharusnya mempengaruhi semua aspek dari ilmu pengetahuan dan filsafat. Misalnya ia melihat manusia, kemudian mengatakan itu adalah manusia. Ini berarti ia telah mempunyai pengetahuan tentang manusia. Dan jika seandainya ia terus melanjutkan pertanyaan kembali, misalmnya, dari mana manusia itu berasal, bagaimana susunannya, kemana tujuannya dan sebagainya, akan diperoleh jawabanya berupa ilmu antrophologi. Seterusnya jika seseorang masih bertanya mengenai apa manusia itu atau apa hakikat manusia itu maka jawabannya akan berupa suatu filsafat. Sehingga terus membuat pertanyaan sehingga muncul dari manakah manusia itu berada, dan muncul ilmu teologi sebagai central menjawab semuanya itu yaitu kembali kepada manusia ada pasti ada yang menciptakan, yaitu Tuhan Allah. Banyak para ahli yang terjebak dengan filsafat yang membuat berpikir radikal dan mulai meninggalkan iman percaya kepada Tuhan, sehingga muncul Teologi Liberal dan paham-paham yang lain yang berlandaskan pada alam pikiran manusia saja. Dari semuanya itu lebih baik ketika kita mulai berfilsafat maka patokan yang menjadi dasar ialah firman Tuhan yaitu teologi Alkitabiah.







DAFTAR PUSTAKA


Rapar, Jan Hendrik. Pengantar Filsafat. 1996. Yogyakarta: Kanisius


Dister, Niko. Pengantar Teologi. 1991. Yogyakarta: Kanisius.


Situmorang, Jonar. Filsafat Dalam Terang Iman Kristen. 2004. Yogyakarta: Andi.


Millard J. Erickson. Teologi Kristen. 1999. Malang: Gandum Mas.


Sunoto. Mengenal Filsafat Pancasila, Pendekatan Melalui metafisika, logika, dan etika.  1987 Yogyakarta: Hanindita.


Agus Miradi. Siapakah Manusia Pertama Itu?, 2000. Jakarta: Yayasan Tunas daud.


Brown, Colin. Filsafat dan Iman Kristen. 2008. Surabaya: Momentum


[1] Rapar, Jan Hendrik. Pengantar Filsafat. 1996. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 14
[2] Ibid, hal. 15
[3] Dister, Niko. Pengantar Teologi. 1991. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 33
[4] Situmorang, Jonar. Filsafat Dalam Terang Iman Kristen. 2004. Yogyakarta: Andi . hal. 123
[5]Rapar, Jan Hendrik. Pengantar Filsafat. 1996. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 16 - 18
[6] Millard J. Erickson. Teologi Kristen. 1999. Malang: Gandum Mas. Hal. 46-48
[7] Brown, Colin. Filsafat dan Iman Kristen. 2008. Surabaya: Momentum. Hal. 2
[8] Dister, Niko. Pengantar Teologi. 1991. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 34
[9] Sunoto. Mengenal Filsafat Pancasila, Pendekatan Melalui metafisika, logika, dan etika.  1987 Yogyakarta: Hanindita. Hal. 10
[10] Agus Miradi. Siapakah Manusia Pertama Itu?, 2000. Jakarta: Yayasan Tunas daud. Hal. 2
[11]  Ibid. hal. 9