Rabu, 16 Februari 2011

Yustinus Martir

PENDAHULUAN
     Pada kesempatan ini, penulis menuliskan salah satu tokoh dari bapa-bapa gereja mula-mula. Dan tokoh yang penulis angkat dalam tulisan ini adalah Yustinus Martir (sang pembela iman). Yustinus Martir (100-165 M)lahir di tanah Israel. Orang tuanya bukan orang Yahudi, tetapi orang Yunani. Yustinus tergolong orang yang memiliki otak yang cemerlang, karena mendapat pendidikan yang baik sejak kecilnya. Berikut adalah hal-hal yang penulis paparkan pada halaman-halaman yang berikutnya tentang latar belakang, pengajaran dan karyanya, pikiran teologinya, dan yang terakhir kesimpulan penulis.

LATAR BELAKANG

Yustinus Martir Lahir di kota Flavia Neapolis, (atau yang dulu dikenal dengan nama Sikhem) kira-kira pada masa Rasul Yohanes mati. Ia mendalami Filsafat. Pada masa mudanya ia menyaksikan banyak sekali penganiayaan terhadap orang Kristen. Setelah bertobat, ia melakukan banyak perjalanan dengan jubah seorang filsuf, namun dengan tujuan untuk memenangkan jiwa bagi Kristus. Ia menulis "Pembelaan terhadap Kekristenan", sebuah surat yang ditujukan kepada Kaisar Roma. Salah satu tokoh yang paling hebat di masanya. Ia mati sebagai martir di kota Roma. Ia menunjukkan bahwa di masanya kekristenan berkembang begitu pesat dengan berkata, "tidak ada satu ras pun di bumi ini yang tidak berdoa dalam nama Yesus".
Inilah apa yang dipahami oleh Yustinus Martir tentang ibadah dalam masa Gereja Kristen mula-mula: "Semua yang tinggal di kota atau desa bertemu pada hari Minggu. Kemudian dibacakanlah satu bagian dari tulisan para Rasul dan satu bagian dari tulisan para Nabi. Tidak ada pembatasan waktu untuk pembacaan itu. Setelah itu, pemimpin ibadah akan berbicara kepada jemaat, untuk menghayati dan mengamalkan semua hal-hal mulia yang telah didengar itu. Kemudian semua kita akan berdiri dan mengucapkan doa bersama-sama. Pada akhir dari doa, roti dan anggur dan ucapan syukur atas karyanya, dan jemaat menjawab 'amin'. Kemudian roti dan anggur itu dibagikan kepada setiap orang yang hadir, dan sisanya dibawa oleh para diaken ke rumah-rumah mereka yang tidak bisa hadir. Mereka yang mampu dan mereka yang rela kemudian akan memberikan persembahan sesuai kerelaan hatinya, dan persembahan ini disimpan oleh pemimpin, untuk dipakai melayani para yatim, janda, orang tahanan, orang asing, dan semua yang membutuhkannya."


Pengajaran dan Karyanya

Yustinus Martir Menulis Apologynya (Tahun 150)

Karya tulis Yustinus, The Apologist, ditujukan pada Kaisar Antonius Pius (dalam bahasa Yunani berjudul Apologia, yaitu suatu kata yang mengacu pada logika yang menjadi dasar kepercayaan seseorang). Ketika Yustinus menjelaskan dan mempertahankan keyakinannya, ia juga menyinggung bahwa penyiksaan yang dilakukan penguasa Romawi terhadap orang-orang Kristen adalah salah. Sebaliknya, mereka seharusnya bergabung dengan orang Kristen untuk menunjukkan kepalsuan sistem penyembahan dewa-dewa. Bagi Yustinus, seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah. Para filsuf Yunani yang tersohor sedikit banyak telah dilihami Allah, namun mata mereka belum dibukakan bagi keutuhan kebenaran Kristus. Oleh karenanya, Yustinus menyetir pemikiran Yunani dengan bebas dan kemudian menjelaskan kepada mereka bahwa kesempurnaan itulah Kristus. Ia mengutip prinsip Yohanes tentang Kristus sebagai Logos, Firman Allah. Allah Bapa adalah kudus adanya dan terpisah dari manusia jahat – tentang hal ini Yustinus setuju dengan Plato. Namun melalui Kristus, LogosNya, Allah dapat berhubungan dengan manusia. Sebagai Logos Allah, Kristus adalah bagian dari hakikat Allah, meskipun terpisah, seperti api dinyalakan dari api juga (demikianlah pemikiran Yustinus telah menjadi alat bagi kesadaran akan Tritunggal dan Inkarnasi yang berkembang di Gereja). Meskipun Yustinus bersandar pada pemikiran Yunani, namun aliran pemikiran Yahudi ada padanya. Ia kagum pada nubuat yang digenapi. Mungkin ia terpengaruh orang tua yang ia temui di pantai. Tetapi iapun melihat bahwa nubuat Ibrani telah meyakinkan identitas Yesus Kristus yang unik. Seperti Paulus, Yustinus tidak meninggalkan orang-orang Yahudi ketika ia berpaling kepada orang-orang Yunani. Dalam karya besar Yustinus lainnya, Dialog dengan Tryfo (Dialogues with Trypho), ia menulis kepada seorang Yahudi – kenalannya, bahwa Kristus adalah penggenapan tradisi Ibrani. Disamping menulis, Yustinus mengadakan perjalanan yang cukup jauh. Dalam perjalanannya ia selalu beragumentasi tentang iman yang diyakininya. Di efesus, ia tertemu dengan Tryfo. Di Roma, ia bertemu Marcion, pemimpin Gnostik. Pada suatu perjalannya ke Roma, ia pernah bersikap tidak ramah terhadap seseorang yang bernama Crescens, seorang Cynic. Ketika Yustinus kembali ke Roma pada tahun 165, Crescens mengadukannya kepada penguasa atas tuduhan memfitnah. Yustinuspun ditangkap, disiksa dan akhirnya dipenggal kepalanya bersama-sama enam orang percaya lainnya. Ia pernah menulis, “Anda dapat membunuh kami, tetapi sesungguhnya tidak dapat mencelakakan kami.” Keyakinan ini ia pegang sampai mati. Dengan demikian ia telah meraih nama yang disandangnya sepanjang masa: Yustinus Martir.
Ia telah mempelajari ajaran-ajaran Stoa, Aristoteles dan Phythagoras, tetapi sekarang ia menganut sistem Plato. Plato pernah menguraikan bahwa penglihatan akan Tuhan dikaruniakan kepada mereka yang mencari kebenaran dengan sungguh-sungguh. Itulah yang dikehendaki Yustinus, sang Filsuf. Ketika berjalan-jalan, ia bertemu dengan seorang Kristen. Yustinus tersentak melihat wibawa dan kerendahan hati orang tersebut. Orang itu mengutip nubuat Yahudi yang menunjukkan bahwa cara-cara orang Kristen itulah yang benar dan Yesus adalah pernyataan Allah yang sesungguhnya. Peristiwa itulah yang menjadi titik balik Yustinus. Dengan merenungkan tulisan-tulisan Taurat, membaca Injil dan surat-surat Paulus, maka iapun menjadi orang Kristen sejati. Selama sisa hidupnya, lebih kurang tiga puluh tahun lamanya, ia mengadakan perjalanan, melakukan pekabaran Injil dan menulis. Ia telah memainkan peranan penting dalam perkembangan teologi gereja dalam memahami dirinya sendiri dan dalam citranya yang ditampilkan kepada dunia. Sejak awal, gereja berperan di dua dunia yang berbeda, dunia orang Yahudi dan dunia bukan Yahudi. Kisah Para Rasul menggambarkan lambannya dan terkadang sakitnya perkembangan kekristenan di kalangan orang-orang bukan Yahudi. Petrus dan Stefanus mengadakan pekabaran Injil kepada orang-orang Yahudi, sedangkan Paulus kepada filsuf-filsuf Athena dan para penguasa Romawi. Dalam banyak hal, kehidupan Yustinus mirip dengan kehidupan Paulus. Rasul ini adalah orang Yahudi yang lahir di daerah bukan Yahudi (Tarsus) sedangkan Yustinus adalah orang bukan Yahudi yang lahir di daerah Yahudi (Sikhem kuno). Keduanya terpelajar dan tangguh berargumentasi untuk meyakinkan orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi akan kebenaran Kristus. Keduanya mati syahid di Roma karena keyakinan mereka. Pada pemerintahan para kaisar abad pertama, seperti Nero dan Domitianus, tujuan gereja hanya untuk dapat bertahan hidup dengan meneruskan tradisi mereka, yaitu menampilkan cinta kasih yang menyerupai kasih Kristus sendiri. Sedangkan bagi orang luar, kekristenan merupakan sekte primitif agama Yahudi dengan berbagai ajaran dan praktiknya yang aneh. Menjelang pertengahan abad kedua, di bawah pemerintahan yang adil oleh para kaisar seperti Trajanus, Antoninus Pius dan Marcus Aurelius, gereja mulai membuka diri pada dunia luar untuk meyakinkan keberadaannya. Yustinus menjadi salah seorang apologist (orang yang mempertahankan pendiriannya dalam argumentasi) Kristen pertama, yang menjelaskan imannya sebagai sistem yang masuk akal. Bersama-sama penulis lain, seperti Origenes dan Tertullianus, ia menafsirkan kekristenan dalam istilah-istilah yang mudah dikenal orang-orang Yunani dan Romawi terpelajar pada masa itu. Sebagai tambahan pada karya-karyanya diatas, berikut adalah juga karya yang dikaitkan kepada sang martir suci Yustinus sang Filsuf:
1) Sebuah Pidato kepada orang-orang Yunani,
2) Sebuah Pidato Hortatori kepada orang-orang
   Yunani,
3) Mengenai Pemerintahan Tunggal Allah.

Pikiran Teologinya

Yustinus membuka sebuah sekolah filsafat Kristen, dan kemudian mempertahankan kebenaran dari pengajaran Kristen, perlahan-lahan memojokkan cara berfikir keliru para pagan (dalam suatu debat dengan sang Pengejek dari filsuf Kresentius) dan penyelewengan-penyelewengan heretik Kekristenan. Dia juga berseru lantang menentang pengajaran dari Gnostik Marcian. Pada tahun 155, ketika kaisar Antoninus Pius (138-161) memulai suatu penganiayaan melawan orang Kristen, Santo Yustinus secara pribadi memberinya sebuah Apologi dalam membela dua orang Kristen tak bersalah yang dihukum eksekusi yakni Ptolemaus dan Lusias. 
Dalam Apologi itu dia menunjukkan kepalsuan-kepalsuan dari para penfitnah menentang orang Kristen yang disalahkan semata-mata hanya karena memiliki nama Kristen. Apologi itu begitu menyentuh sang kaisar dan dia menghentikan penganiayaannya. Santo Yustinus bepergian kemana-mana, dengan keputusan dari sang kaisar, ke Asia Kecil dimana mereka menganiaya orang Kristen dengan sengitnya. Dalam perjalanan itu, dia mengumumkan pesan sukacita dari edik kerajaan ke segenap sudut kota dan pelosok desa.
Debat Santo Yustinus dengan Rabbi Trypho terjadi di Efesus. Sang filsuf Orthodox menunjukkan kebenaran dari pengajaran iman Kristen yang berdasar pada tulisan-tulisan nubuat Perjanjian Lama. Santo Yustinus memberikan suatu catatan dari debat ini dalam karya Dialognya dengan Trypho orang Yahudi.
Apologi kedua Santo Yustinus ditujukan kepada Senat Romawi. Apologi ini ditulis pada tahun 161, segera setelah Markus Aurelius (161-180) naik tahta.
Ketika dia kembali ke Italia, Santo Yustinus, seperti Para Rasul, mengabarkan Injil dimana-mana, mempertobatkan banyak orang kepada Iman Kristen. Ketika orang suci ini tiba di Roma, Kresentius yang jahat, yang selalu ditaklukkan oleh Yustinus dalam debat, membawa banyak tuduhan-tuduhan palsu menentangnya dihadapan pengadilan Romawi. Santo Yustinus berada dibawah penjagaan ketat, dan kemudian menjalani hukuman mati sebagai martir pada tahun 165. Relik-relik dari Santo Yustinus sang Filsuf beristirahat di kota Roma.


Kesimpulan dan Aplikasinya

     Setelah memaparkan hal di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa untuk menjadi seorang Kristen yang sekedar Kristen saja itu adalah hal mudah. Tetapi untuk menjadi orang yang mempertahankan iman Kristen dan kebenarannya tersebut merupakan hal yang sangat sulit, jika tidak di sertai dengan penyerahan diri kepada Allah dengan sepenuhnya. Ada banyak orang Kristen yang ketika diperhadapkan dengan penganiayaan, mereka akan menyangkal kepercayaan mereka yang selama berpuluh-puluh tahun mereka pegang.
Tidak hanya penganiayaan saja. Di jaman sekarang ini saja, ada begitu banyak orang Kristen yang meninggalkan iman Kristenannya, karena jabatan atau pangkat dan bahkan karena wanita atau pun pria. Belum ada orang yang penulis dengar, mati karena iman mereka kepada Yesus Kristus saat penganiayaan datang kedalam hidup mereka. Bapa Yustinus mengajarkan kita suatu pelajaran yang begitu baik, dalam mempertahankan iman kita kepada Yesus Kristus. Yustinus juga memberika teladan kepada kita melalui sejarah kehidupannya dan bagaimana cara beliau menghadapi kematian. Kiranya apa yang penulis tuliskan, dapat menjadi bahan pelajaran bagi kita semua.   

1 komentar: